Link list 3

Link list 4

Link list 2

Link list 1

Latest Post

Undang-undang Perlindungan Anak

Written By Unknown on Rabu, 29 Mei 2013 | 19.59


Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) 

Oleh:  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor: 23 TAHUN 2002 (23/2002) 

Tanggal: 22 OKTOBER 2002 (JAKARTA) 

Sumber: LN 2002/109; TLN NO 4235

Tentang: PERLINDUNGAN ANAK


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia;

b. bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;

c. bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan;

d. bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi;

e. bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya;

f. bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, d, e, dan f perlu ditetapkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak;

Mengingat:

1. Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 28B ayat (2), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3143);

3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3277);

4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3668);

5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);

6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja) (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3835);

7. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);

8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action for The Elimination of The Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3941); 


Dengan persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

2. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

3. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

4. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.

5. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.

6. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

7. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

8. Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.

9. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

10. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

11. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.

12. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.

13. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.

14. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.

15. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. 

16. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

17. Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi:

a. nondiskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d. penghargaan terhadap pendapat anak.


Pasal 3

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.


BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN ANAK

Pasal 4

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.


Pasal 5

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.


Pasal 6

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.


Pasal 7

(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 8

Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.


Pasal 9

(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.


Pasal 10

Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.


Pasal 11

Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.


Pasal 12

Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.


Pasal 13

(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

 a. diskriminasi;
 b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
 c. penelantaran;
 d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
 e. ketidakadilan; dan
 f. perlakuan salah lainnya.

(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.


Pasal 14

Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.


Pasal 15

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:

a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial; 
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.


Pasal 16

(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.


Pasal 17

(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
 a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
 b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
 c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.


Pasal 18

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.


Pasal 19

Setiap anak berkewajiban untuk:

a. menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.


BAB IV
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 20

Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.


Bagian Kedua
Kewajiban dan Tanggung Jawab
Negara dan Pemerintah

Pasal 21

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.


Pasal 22

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.


Pasal 23

(1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.

(2) Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.


Pasal 24

Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.


Bagian Ketiga
Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat

Pasal 25

Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.


Bagian Keempat
Kewajiban dan Tanggung Jawab 
Keluarga dan Orang Tua

Pasal 26

(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
 a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
 b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
 c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB V
KEDUDUKAN ANAK

Bagian Kesatu
Identitas Anak
Pasal 27

(1) Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.

(2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.

(3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.

(4) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.


Pasal 28

(1) Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.

(2) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan.

(3) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenai biaya.

(4) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan. 


Bagian Kedua
Anak yang Dilahirkan dari 
Perkawinan Campuran

Pasal 29

(1) Jika terjadi perkawinan campuran antara warga negara Republik Indonesia dan warga negara asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak memperoleh kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.

(3) Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.


Undang-undang Paedophilia






Indonesia memang tidak punya UU Pedophilia bagi warganya yang memiliki kelainan perilaku seks seperti diatas yang sangat merugikan bagi perkembangan anak-anak yang menjadi korbannya. Namun indonesia mempunyai undang-undang tentang perlindungan anak.


UU No 23 / 2002 tentang Perlindungan Anak adalah salah satu langkah yang tepat untuk mereformasi hukum di Indonesia. Sebab, UU No 23 / 2002 tentang Perlindungan Anak secara umum menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Jadi, secara hukum, dengan UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, maka para pedophilia akan mendapat balasan yang cukup setimpal dan menjadi cara yang efektif untuk mencegah munculnya kasus pedophilia.

Sebagai orang tua yang memiliki anak di bawah umur hendaknya peka terhadap apa yang dirasakan anaknya. Komunikasi antara anak dengan orang tua sangatlah penting untuk mengetahui apa saja yang terjadi pada anak dalam kehidupan sehari-hari dan siapa saja yang bergaul dengannya.


 Guna mencegah terjadinya kontak anak dengan kasus pedophilia, berikut ini beberapa tips yang mungkin berguna bagi para orang tua dan anak-anak di bawah umur:
Pertama, orang tua sebaiknya selalu mengetahui siapa saja yang bertemu dengan anaknya atau berada dalam lingkungan si anak. Pastikan bahwa orang-orang tersebut “aman” bagi anak, bisa dengan mengamati atau berinteraksi langsung dengan orang tersebut. Apabila merasa ada orang yang kurang “baik” bergaul dengan anaknya, usahakan agar si anak tak bertemu lagi dengan orang itu.
Kedua, orang tua sebaiknya jangan pernah menganggap remeh segala pengaduan anak mengenai apa yang dialaminya, apalagi jika ternyata si anak bersinggungan dengan kasus pedophilia. Bila ragu, orang tua bisa menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi dengan pengamatan langsung atau bertanya pada anak/orang lain yang mungkin mengetahui tabiat orang yang dicurigai.

Ketiga, orang tua sebaiknya selalu menasehati anak agar jangan mudah percaya dengan orang yang dikenalnya dan agar jangan membiarkan orang lain menyentuh bagian pribadi tubuh si anak atau agar si anak jangan mau disuruh menyentuh bagian pribadi tubuh orang itu. Bisa saja orang tua beralasan bahwa hal tersebut kurang sopan.

Keempat, orang tua hendaknya jangan mempercayakan orang lain yang tidak begitu diketahui tabiatnya atau kurang dekat untuk mengurus anak, misalnya untuk memandikan, memakaikan baju, atau membersihkan anak setelah buang air. Hal ini bisa merangsang jika ia menyentuh kemaluan si anak, apalagi bila ia dalam masa pubertas. Dengan begitu bisa timbul hal tidak senonoh dalam pikiran orang tersebut yang dapat memicu terjadinya pedophilia.

Kelima, bila orang tua menemukan seseorang yang melakukan pedophilia dengan jelas, hendaknya segera laporkan ke pihak yang berwenang. Beberapa kasus pedophilia, korbannya lebih dari satu orang, sehingga hal ini menguatkan pemrosesan kasus tersebut oleh pihak yang berwenang. Semoga tips ini berguna bagi para orang tua dan anak.








Maraknya Kasus Paedophile dan Child Sex Slavery di Asia



Senin, 27-08-2007 16:38:04 oleh: Noer-noer 
Kanal: 
Opini



Fenomena perdagangan anak di bawah umur sebagai budak sex (maaf) di Asia ternyata makin marak. Usia korbannya bisa anak-anak yang baru berusia delapan atau sepuluh tahun. Berasal dari keluarga melarat yang hidup di kawasan rural negara-negara Asia seperti: Cina, Kamboja, Thailand, Srilanka, Filipina, Vietnam atau India. Dengan iming-iming lowongan pekerjaan di restoran atau kafe di kota metropolitan, namun ternyata sesampainya di sana mereka justru dilego, dijual ke rumah-rumah pelacuran, guesthouse dsb. Untuk menjadi pekerja sex di usia mereka yang masih belia.

Melakukan hubungan sex dengan anak berusia di bawah 16 tahun adalah ilegal hukumnya di kebanyakan negara Asia. Namun toh fenomena demikian masih sering terjadi di negara-negara tersebut di atas. Kemiskinan negara yang ternyata mampu menggerogoti moral warganya memperparah keadaan. Banyaknya aparat negara menutup sebelah mata, atau penegak hukum yang lebih suka menjual hati nurani mereka pada pelaku kejahatan menjadikan usaha pemusnahan fenomena tersebut nyaris tidak mungkin.

Dari file-file media masa ataupun NGO yang berusaha keras membabat praktek tersebut terdapat banyak sekali cerita-cerita pilu,tentang gadis belia,baru beberapa hari menjadi yatim piatu dijual oleh tetangga atau anggota keluarga mereka sendiri. Mereka dilemparkan ke dalam jurang kenistaan, dengan kesalahan mereka hanyalah kepolosan dan kelemahan mereka sendiri.

Kejam. Padahal hasil yang di peroleh dari melakukan perbuatan tidak berperikemanusiaan itu akan habis hanya dalam hitungan hari saja. Sementara sayatan luka pada korbannya akan terus terasa,terbawa sampai ke akhir masa mereka.

Ada penjual ada pembeli tentunya. Berdasarkan data laporan dari sumber yang sama, konsumen-konsumen berasal dari negara seperti Cina atau Korea Selatan, Timur Tengah, Eropa, USA, atau bahkan Australia. Mereka sengaja datang ke negara-negara miskin di atas,untuk mencari gadis belia yang belum pernah bersentuhan dengan lawan jenis dan tidak terjangkit HIV. Mereka tentu saja orang dengan dompet tebal, yang mampu membeli apa yang dimau.

Dan ternyata perbuatan mereka hanya dilandasi kepercayaan bahwa apa yang mereka lakukan akan memperpanjang usia mereka, menambah kesehatan dan mendatangkan prosperity. Ini untuk mereka yang berasal dari Cina dan Korea Selatan.

Namun ada juga golongan yang termasuk Paedophiles(secara sexual tertarik pada anak-anak). Dikabarkan mereka melakukan patroli di pantai-pantai exotic Asia, dengan berkedok turis mencari mangsa mereka. Golongan inilah yang kabarnya juga sampai di Indonesia, meskipun belum banyak kasus yang dilaporkan dari sana. Atau mungkin memang radar pemerintah lambat menangkap fenomena ini.

Tentu saja dunia tidak tinggal diam. UNESCO bekerja sama dengan berbagai organisasi dan aktivis,berusaha keras memerangi fenomena tersebut. Begitu banyak organisasi non goverment  berdiri dengan tujuan yang sama antara lain: AFESIP, ECPAT, SAP International,atau Center for The Protection Child's Right, dsb.

Para Paedophiles pun ditangkap, crack down terjadi di berbagai tempat. Namun tidak kalah sering turis gadungan tersebut akan segera meninggalkan negara begitu mereka tahu kalau mereka sedang diawasi pihak keamanan.
Dan tentu saja usaha mereka masih saja terhambat dengan sikap aparat negara yang acuh serta korupnya penegak hukum. Manusia-manusia tanpa hati nurani seperti merekalah yang menjadikan usaha pihak-pihak yang peduli bagaikan long endless battle.

Benarkah di dunia yang seluas ini tidak ada lagi tempat yang aman untuk kembang-kembang belia seperti mereka? Kehidupan macam apa yang akan mereka lalui di masa depan? Mungkin mereka akan terkapar di tepian got-got kota metropolitan, dikerubuti lalat dan berbagai macam penyakit. Atau bahkan mereka tidaka kan bertahan hidup selama itu.
Dosa dan salah apa yang mereka lakukan hingga menjadi korban kebengisan manusia-manusia yang hatinya digerogoti cacing ketamakan dan kuman kerakusan. Betapa kejamnya dunia ini.
Sumber: Media masa terkait, UNESCO, AFESIP, ECPAT, SAP International.


Contoh Website yang memperlihatkan pornografi anak

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. CYBERCRIME " PEDOPHILIA " - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger