Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 23
TAHUN 2002 (23/2002)
Tanggal: 22
OKTOBER 2002 (JAKARTA)
Sumber: LN
2002/109; TLN NO 4235
Tentang:
PERLINDUNGAN ANAK
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga
negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi
manusia;
b. bahwa anak
adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat
dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
c. bahwa anak
adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa,
memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan;
d. bahwa agar
setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik
fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya
perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan
terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi;
e. bahwa
untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan
kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya;
f. bahwa
berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak dan secara
khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak;
g. bahwa
berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, d, e, dan f perlu
ditetapkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak;
Mengingat:
1. Pasal 20,
Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 28B ayat (2), dan Pasal 34 Undang-Undang
Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara
Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3143);
3.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of Discrimination
Against Women) (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3277);
4.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Tahun
1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3668);
5.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun
1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);
6.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138
Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia
Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja) (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3835);
7.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
8.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182
Concerning The Prohibition and Immediate Action for The Elimination of The Worst
Forms of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan
Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) (Lembaran Negara
Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3941);
Dengan
persetujuan bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam
undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan.
2.
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
3. Keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami
istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga
sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
4. Orang tua
adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah
dan/atau ibu angkat.
5. Wali
adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh
sebagai orang tua terhadap anak.
6. Anak
terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik
fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
7. Anak yang
menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental
sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
8. Anak yang
memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau
memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.
9. Anak
angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga
orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang
tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
10. Anak asuh
adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan,
pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau
salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.
11. Kuasa
asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina,
melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan
kemampuan, bakat, serta minatnya.
12. Hak anak
adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan
dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
13.
Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial
dan/atau organisasi kemasyarakatan.
14.
Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam
bidangnya.
15.
Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi
darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,
penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak
yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
16. Setiap
orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
17.
Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
BAB II
ASAS DAN
TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan
perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945
serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi:
a.
nondiskriminasi;
b.
kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk
hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d.
penghargaan terhadap pendapat anak.
Pasal 3
Perlindungan
anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia,
dan sejahtera.
BAB III
HAK DAN
KEWAJIBAN ANAK
Pasal 4
Setiap anak
berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 5
Setiap anak
berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Pasal 6
Setiap anak
berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
Pasal 7
(1) Setiap
anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri.
(2) Dalam hal
karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau
anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat
sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
Setiap anak
berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan
fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Pasal 9
(1) Setiap
anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
(2) Selain
hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang
cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang
memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 10
Setiap anak
berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan
informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya
sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 11
Setiap anak
berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang
sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan
tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12
Setiap anak
yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 13
(1) Setiap
anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal
orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 14
Setiap anak
berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau
aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan
terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Pasal 15
Setiap anak
berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a.
penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan
dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan
dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan
dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. pelibatan
dalam peperangan.
Pasal 16
(1) Setiap
anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
(2) Setiap
anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
(3)
Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila
sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya
terakhir.
Pasal 17
(1) Setiap
anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan
penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan
lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. membela diri dan memperoleh keadilan di
depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup
untuk umum.
(2) Setiap
anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak
yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum
dan bantuan lainnya.
Pasal 19
Setiap anak
berkewajiban untuk:
a.
menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. mencintai
keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c. mencintai
tanah air, bangsa, dan negara;
d. menunaikan
ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e.
melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
BAB IV
KEWAJIBAN DAN
TANGGUNG JAWAB
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
Negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung
jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Bagian Kedua
Kewajiban dan
Tanggung Jawab
Negara dan
Pemerintah
Pasal 21
Negara dan
pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi
setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,
budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik
dan/atau mental.
Pasal 22
Negara dan
pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan
prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
Pasal 23
(1) Negara
dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak
dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang
secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.
(2) Negara
dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
Pasal 24
Negara dan
pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat
sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan
Tanggung Jawab Masyarakat
Pasal 25
Kewajiban dan
tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui
kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
Bagian
Keempat
Kewajiban dan
Tanggung Jawab
Keluarga dan
Orang Tua
Pasal 26
(1) Orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan
melindungi anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia
anak-anak.
(2) Dalam hal
orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu
sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban
dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada
keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB V
KEDUDUKAN
ANAK
Bagian Kesatu
Identitas
Anak
Pasal 27
(1) Identitas
diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.
(2) Identitas
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.
(3) Pembuatan
akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan
dan/atau membantu proses kelahiran.
(4) Dalam hal
anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui
keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada
keterangan orang yang menemukannya.
Pasal 28
(1) Pembuatan
akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya
diselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.
(2) Pembuatan
akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan.
(3) Pembuatan
akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenai biaya.
(4) Ketentuan
mengenai tata cara dan syarat-syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Anak yang
Dilahirkan dari
Perkawinan
Campuran
Pasal 29
(1) Jika
terjadi perkawinan campuran antara warga negara Republik Indonesia dan warga
negara asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak memperoleh
kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal
terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak
berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam
pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.
(3) Dalam hal
terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan anak belum
mampu menentukan pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi
kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban
mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.