Perkembangan yang
pesat dari teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer menghasilkan
internet yang multifungsi. Perkembangan ini membawa kita ke ambang revolusi
keempat dalam sejarah pemikiran manusia bila ditinjau dari konstruksi
pengetahuam umat manusia yang dicirikan dengan cara berfikir yang tanpa batas (borderless way of thinking).
Percepatan teknologi
semakin lama semakin supra yang menjadi sebab material perubahan yang terus
menerus dalam semua interaksi dan aktivitas masyarakat. informasi Internet
merupakan big bang kedua – setelah big bang pertama yaitu
material big bang menurut versi Stephen Hawking – yang
merupakan knowledge big bang dan ditandai dengan
komunikasi elektromagentoopis via
satelit maupun kabel, didukung oleh eksistensi jaringan telefon yang telah ada
dan akan segera didukung oleh ratusan satelit yang sedang dan akan diluncurkan.
Internet merupakan
symbol material embrio masyarakat global. Internet membuat globe dunia,
seolah-olah menjadi seperti hanya selebar daun kelor. Era informasi
ditandai dengan aksesibilitas informasi yang amat tinggi. Dalam era ini,
informasi merupakan komoditi utama yang diperjual belikan sehingga akan muncul
berbagainetwork dan
information company yang akan memperjual belikan berbagai
fasilitas bermacam jaringan dan berbagai basis data informasi tentang berbagai
hal yang dapat diakses oleh pengguna dan pelanggan.
Semua itu membawa
masyarakat ke dalam suasana yang disebut oleh John “aisbitt, “ana
“aisbitt dan Douglas Philips sebagai Zona Mabuk Teknologi. Internet
(yang menghadirkan cyberspace dengan realitas virtualnya) menawarkan
kepada manusia berbagai harapan dan kemudahan. Akan tetapi dibalik itu, timbul
persoalan berupa kejahatan yang dinamakan cybercrime, baik sistem
jaringan komputernya itu sendiri yang menjadi sasaran maupun komputer itu
sendiri yang menjadi sarana untuk melakukan kejahatan. Tentunya jika kita
melihat bahwa informasi itu sendiri telah menjadi komoditi maka upaya untuk
melindungi asset tersebut sangat diperlukan. Salah satu upaya perlindungan
adalah melalui hukum pidana, baik dengan bersaranakan penal maupun non penal.
Sebenarnya dalam
persoalan cybercrime,
tidak ada kekosongan hukum, ini terjadi jika digunakan metode penafsiran yang
dikenal dalam ilmu hukum dan ini yang mestinya dipegang oleh aparat penegak
hukum dalam menghadapi perbuatan-perbuatan yang berdimensi baru yang secara
khusus belum diatur dalam undang-undang. Persoalan menjadi lain jika ada
keputusan politik untuk menetapkancybercrime dalam
perundang-undangan tersendiri di luar KUHP atau undang-undang khusus lainnya.
Sayangnya dalam persoalan mengenai penafsiran ini, para hakim belum sepakat
mengenal kateori beberapa perbuatan. Misalnya carding, ada hakim yang menafsirkan
masuk dalam kateori penipuan, ada pula yang memasukkan dalam kategori
pencurian. Untuk itu sebetulnya perlu dikembangkan pemahaman kepada para hakim
mengenai teknologi informasi agar penafsiran mengenai suatu bentuk cybercrime ke
dalam pasal-pasal dalam KUHP atau undang-undang lain tidak membingungkan.
Sumber : http://presentasieptik.wordpress.com/category/makalah-cybercrime/
Posting Komentar